BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG.
Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat
kanker pada pria dan wanita. Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu
peningkatan insidensi paru – paru yang mengejutkan. America Cancer Society
memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasua baru dalam tahun 1987 dan 136.000
meningggal. Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun
1993 dilaporkan 173.000/tahun, di inggris 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia
menduduki peringkat 4 kanker terbanhyak. Di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun
1998 tumor paru menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim.
Karena sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi pastinya belum
diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit merasakan benar peningkatannya.
Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65 %), life time risk 1:13 dan pada wanita 1:20. Pada pria lebih besar
prevalensinya disebabkan faktor merokok yang lebih banyak pada pria. Insiden
puncak kanker paru terjadi antara usia 55 – 65 tahun.
Kelompok akan membahas Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Kanker Paru dengan kasus pada tuan J. Diharapkan perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan yang efektif dana mampu ikut serta dalam upaya
penurunan angka insiden kanker paru melalui upaya preventif, promotof, kuratif
dan rehabilitatif.
B. TUJUAN PENULISAN.
Mahasiswa mampu untuk memahami pengertian, etiologi,
klasifikasi, stadium, pathway, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien dengan kanker paru.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS.
A. PENGERTIAN.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru
(Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel
yang mengalami proliferasi dalam paru
(Underwood, Patologi, 2000).
B. ETIOLOGI.
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum
diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam
peningkatan insiden kanker paru :
1.
Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua
puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti
ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.
Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan
kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10
tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok
yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2.
Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal
akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk
radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3.
Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar
dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan
asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4.
Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang
lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui
adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5.
Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni :
a.
Proton oncogen.
b.
Tumor suppressor gene.
c.
Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor
tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor
dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian
susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam
anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini
menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker
dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan
penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi
agresif pada jaringan sekitarnya.
Predisposisi Gen supresor
tumor
Inisitor
Delesi/
insersi
Promotor
Tumor/
autonomi
Progresor
Ekspansi/
metastasis
6.
Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan
vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
C. KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru
– paru (1977) :
1.
Karsinoma Bronkogenik.
a.
Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol
kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan
cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan
mediastinum.
b.
Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini
timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus.
Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma
sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula
dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c.
Adenokarsinoma
(termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang
– kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan
limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala –
gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d.
Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini
cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e.
Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f.
Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).
D. MANIFESTASI KLINIS.
1.
Gejala awal.
Stridor
lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2.
Gejala umum.
a.
Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik
dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi
sekunder.
b.
Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
c.
Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
E. STADIUM.
Tabel Sistem Stadium TNM untuk
kanker Paru – paru: 1986 American Joint Committee on Cancer.
Gambarn TNM
|
Defenisi
|
Tumor primer (T)
T0
Tx
TIS
T1
T2
T3
T4
Kelenjar limfe regional (N)
N0
N1
N2
N3
Metastasis jauh (M)
M0
M1
Kelompok stadium
Karsinoma
tersembunyi TxN0M0
Stadium
0
TISN0M0
Stadium
I T1N0M0
T2N0M0
Stadium
II
T1N1M0
T2N1M0
Stadium
IIIa T3N0M0
T3N0M0
Stadium
IIIb Setiap
T N3M0
T4 setiap NM0
Stadium
IV Setiap
T, setiap N,M1
|
Tidak
terbukti adanya tumor primer
Kanker yang tersembunyi terlihat pada
sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau
bronkoskopi
Karsinoma in situ
Tumor dengan diameter ≤ 3 cm
dikelilingi paru – paru atau pleura viseralis yang normal.
Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam
setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan
atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina.
Tumor dalam setiap ukuran dengan
perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau
pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,
atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat
karina.
Tumor dalam setiap ukuran yang sudah
menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea,
esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang
maligna.
Tidak dapat terlihat metastasis pada
kelenjar limfe regional.
Metastasis pada peribronkial dan/
atau kelenjar – kelenjar hilus ipsilateral.
Metastasis pada mediastinal ipsi
lateral atau kelenjar limfe subkarina.
Metastasis pada mediastinal atau
kelenjar – kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe
skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Tidak diketahui adanya metastasis
jauh
Metastasis jauh terdapat pada tempat
tertentu (seperti otak).
Sputum mengandung sel – sel ganas
tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis.
Karsinoma in situ.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2
tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang
jauh.
Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2
dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau
hilus ipsilateral.
Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan
atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus
ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastasis pada
kelenjar limfe hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe
skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4
dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis
jauh.
Setiap tumor dengan metastsis jauh.
|
Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).
F. PATOFISIOLOGI.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub
bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu
cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang
timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding
esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
1.
Radiologi.
a.
Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta
Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau
vertebra.
b.
Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2.
Laboratorium.
a.
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
c.
Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker
paru).
3.
Histopatologi.
a.
Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b.
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran
< 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c.
Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
d.
Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
e.
Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4.
Pencitraan.
a.
CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru
dan pleura.
b.
MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
H. PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a.
Kuratif
Memperpanjang
masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b.
Paliatif.
Mengurangi
dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d.
Supotif.
Menunjang
pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi
darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
- Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru
lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1.
Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2.
Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3.
Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb
atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4.
Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5.
Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru
berbentuk baji (potongan es).
6.
Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
- Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh
darah/ bronkus.
- Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas
serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER
PARU.
1. PENGKAJIAN.
a.
Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan
mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap
lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial
(menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil
pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi
keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia,
pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul
(karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan,
nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan
kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya
ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan
posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau
perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan
kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara),
krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel
besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan
hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
b.
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,
1999).
-
Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit
pasien.
-
Frekuensi dan irama jantung.
-
Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit
serum, Hb dan Ht).
-
Pemantauan tekanan vena sentral.
-
Status nutrisi.
-
Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas
atas di sisi yang di operasi.
-
Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius
terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan
sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri,
karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber
misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a.
Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi,
2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
-
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
-
Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam
kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a)
Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan
frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea
merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b)
Catat ada atau
tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas
dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah
bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan
permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau
penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c)
Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan
oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ”
hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d)
Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan
sediaan oksigen untuk pertukaran.
e)
Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan
ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi
atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/
mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat
perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan
otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya
bernafas.
b) Observasi
penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad
terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret
dalam seksi lobus.
c) Catat
karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi
dan karakteristik sputum.
Rasional :
Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal
perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau
puulen.
d) Pertahankan
posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan
memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi
pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek
samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat
diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret,
memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan
dosis/ pilihan obat.
3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara
sehat untuk mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks
dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan
pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi
peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya
penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan
lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan
ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/
Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan
kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d)
Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu
pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu
untuk individu.
e) Dorong
pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal
dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong
penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
-
Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
-
Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program
aktivitas.
-
Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang
memerlukan perhatian medik.
-
Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a)
Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak
informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari
gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien,
konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b)
Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian
instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan
tepat program pengobatan.
c)
Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan
makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien
dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan
anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d)
Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus
menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas
untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen
berlebihan.
b.
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,
1999).
1). Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan jaringan paru
- Gangguan suplai oksigen
- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a)
Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan.
Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan
meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap
hilangnya jaringan paru.
b)
Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas
tak normal.
Rasional : Konsolidasi
dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien
pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal
pada lobus yang masih ada.
c)
Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan
memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi
jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d)
Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi
duduk juga telentang sampai posisi miring.
Rasional :
Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e)
Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas
bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan
ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan,
bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk
karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan
bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi
jalan nafas.
b) Bantu pasien
dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk
memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk
memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi
jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan
jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai
kemajuan penyembuhan.
d) Dorong
masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi
adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi
pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional :
Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan
menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan
pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas
pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam
evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan
skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan
memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control
nyeri.
b) Kaji
pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional :
Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat
kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi
posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral.
Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker
dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong
menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/
masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan
tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan
relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat dihubungkan:
-
Krisis situasi
-
Ancaman/ perubahan status kesehatan
-
Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
-
Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
-
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan
wajah tampak rileks/ istirahat
-
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a)
Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat
tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan
orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi
perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan
susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yang tepat.
b)
Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong
mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan
memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan
pengobatannya.
c)
Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila
penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan,
menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d)
Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.
Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat
kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap
informasi..
e)
Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan
perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat
membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang
merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
f)
Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk
menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik
menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
-
Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
-
Salah interperatasi informasi.
-
Kurang mengingat
Kriteria hasil :
-
Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program
pengobatan.
-
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan
menjelaskan alas an tindakan tersebut.
-
Berpartisipasi dalam proses belajar.
-
Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a)
Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan
hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan
informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang
manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan
informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat
keputusan berdasarkan informasi.
b)
Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur
pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam
diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya
rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi,
dan lamanya/ derajat komplikasi.
c)
Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi
perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian
evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan
penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/
pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tn
J usia 45 tahun, alamat Rowosari, Gubug Grobogan, status menikah dan mempunyai
anak 4 orang anak, saat ini sedang dirawat di C3 RSDK. Saat ini keluhan yang
dirasakan adalah sesak nafas. Mempunyai riwayat merokok 10 tahun yang lalu
dimana frekunesinya 15 batang perhari. Saat ini dirawat sudah 17 hari. Pasien
merasa tidak berdaya jika sesak nafasnya bertambah berat. Pasien merasa tidak
nyaman dan sesak nafas bila berbaring. Hasil pemeriksaan laboratorium : Hb 12,6
gr%, Ht 34,7 %, leukosit 4400 /ml, trombosit 191000/ml, kreatinin 2,40 mg/dl.
Pasien tersebut
mendapatkan terapi : infuse RL 12 tts/ menit, Aminophilin 3 x 500 mg dan
injeksi Dexamethasone 3 x 2 ampul.
Diagnosa medis :
Ca Paru Dextra.
A. PENGKAJIAN.
Pada kasus di dapatkan data :
Identitas : nama Tn.J, jenis kelamin laki – laki, alamat
Rowosari, Gubug grobogan, Status menikah, Diagnosa medik Ca Paru Dextra.
Riwayat kesehatan : Mempunyai riwayat merokok 10 tahun yang lalu dimana frekuensinya 15 batang
perhari, Sudah dirawat selama 17 hari; Keluhan : sesak nafas, tidak nyaman
dan sesak nafas bila berbaring.
Laboratorium : Hb 12,6 gr%, Ht 34,7 %, leulosit 4400 /ml,
trombosit, 191000 /ml, kreatinin 2,40 mg/dl
Pengobatan : infuse RL 12 tts/mnt, Aminophillin 3 x 500 mg, dan
injeksi Dexamethason 3 x 2 ampul.
Penatalaksanaan : direncanakan pembedahan dengan Anesthesi
General umum.
B. ANALISA DATA.
Dari keluhan yang didapat maka diagnosa yang dapat timbul yaitu :
1.
Kerusakan pertukaran gas
2.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA
KEPERAWATAN.
1. Kerusakan pertukaran gas
Dapat
dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria
hasil :
-
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
-
Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/
situasi.
Intervensi
:
a)
Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan
frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea
merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b)
Catat ada atau
tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas
dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah
bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan
permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau
penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c)
Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan
oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ”
hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d)
Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional :
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e)
Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan
ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi
atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2.
Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
-
Kehilangan fungsi silia jalan nafas
-
Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
-
Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria
hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi
nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan
perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersihan jalan nafas.
Intervensi
:
a) Catat
perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan
otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya
bernafas.
b) Observasi
penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad
terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret
dalam seksi lobus.
c) Catat
karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi
dan karakteristik sputum.
Rasional :
Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal
perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau
puulen.
d) Pertahankan
posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan
memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi
pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek
samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat
diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret,
memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan
dosis/ pilihan obat.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus masih terdapat data –
data pengkajian, baik berupa identitas klien, riwayat kesehatan, dan
laboratorium yang kurang jika kita kaitkan dengan tinjauan teori.
1.
Secara ilmu fisiologi dan patofisiologi, proses
penyakitnya dapat digambarkan sebagai berikut :
Dari riwayat merokok Tn. J yang dapat dikatakan sebagai
faktor resiko dari Ca Paru. Dari etiologi tau faktor resiko tersebut yang
menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan
deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus
ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada
kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Dari mekanisme diatas dpat menyebakan klein
mengeluh sesak nafas dan nyeri. Jika klien merasa tidak nyaman dan sesak nafas
bila berbaring, karten pada waktu berbaring pengembangan paru tidak maximal.
2.
Dilihat secara histologi, perkembangan yang terjadi
pada paru – paru kanan tuan J dapat dikategorikan dalam jenis karsinoma sel
skuamosa yang mempunyai hubungan dekat dengan faktor resiko merokok. Tetapi
untuk diagnosa yang lebih lanjut (oleh dokter)atau memastikan jenis karsinoma,
maka diperlukan pemeriksaan – pemeriksaan lainnya seperti laboratorium,
radiology, histopatologi, dan pencitraan.
3.
Pemeriksaan diagnostik tambahan yang dapat dilakukan
adalah : pemeriksaan laboratorium (sputum, pleural, atau nodus limfe,
pemeriksaan fungsi paru dan GDA, tes kulit, jumlah absolute limfosit),
pemeriksaan histopatologi, dan pencitraan.
a.
Radiologi.
-
Foto thorax.
Untuk mengetahui adanya pembesaran massa atau tidak dan letak pembesaran
tersebut.
-
CT Scan.
Dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam membedakan lesi – lesi yang
dicurigai.
-
Bronkoskopi.
Bronkoskopi yang sertai dengan biopsi untuk mendiagnosis jenis karsinoma
yang terjadi.
-
Biopsi kelenjar skalenus.
Cara terbaik untuk mendiagnosis kanker yang tidak terjangkau oleh
bronkoskopi.
b.
Pemeriksaan Sitologi.
Sputum rutin, dikerjakan terutama bila ada keluhan seperti
batuk.
Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil yang berarti
karena tergantung pada :
-
Letak tumor terhadap bronkus.
-
Jenis tumor.
-
Teknik mengeluarkan sputum.
-
Jumlah sputum yang diperiksa (dianjurkan pemeriksaan 3
– 5 hari berturut – turut).
-
Waktu pemeriksaan sputum.
Pada kanker paru yang letaknya sentral pemeriksaan
sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67 – 85 % pada karsinoma
sel skuamosa. Sehingga untuk Tn. J dapat dilakukan sitologi ini untuk
mamastikan apakah termasuk dalam kanker paru sel skuamosa.
PEMERIKSAAN
|
TUAN J
|
HARGA NORMAL
|
Hemoglobin (Hb)
Hematokrit (Ht)
Leukosit
Trombosit
Kreatinin
|
12,6 gr%
34,7 %
4400 ml
191000 /ml
2,40 mg/ml
|
13 – 18 gr%
42 – 52 %
4500 – 10800 ml
150000 – 300000 /ml
0,5 – 1,4 mg/ml
|
Pada Tn. J ditemukan hasil laboratorium Hb, Ht,
Leukosit, Trombosit mmasih dalam batas normal dan belum ada perubahan yang
berarti tetapi biasanya pada keadaan lebih lanjut dapat terjadi anemia dan
polisitemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari metastase kanker paru keorgan
lain seperti hati, limpa dan tulang belakang, yang berkaitan dengan proses
pembentukan dari sel darah merah. Sedangkan polisitemia yang dapat berhubungan
dengan merokok cigarette karena kontak dengan karbon monoksida kronik
mempertinggi eritrositosis. Hemoglobin diproduksi dan difagositosis terutama di
hati, limpa dan sumsum tulang. Dimana pada salah satu proses yaitu sisa hem
direduksi menjadi menjadi karbon monoksida (CO) dan beliverdin. CO ini diangkut
dalam bentuk karboksi hemoglobin, dan dikeluarkan melalui paru. Jika paru
terkena kanker maka proses ini akan mengalami gangguan, dan CO terus dibentuk
dan tidak dikeluarkan akan mempertinggi eritrositosis.
Hasil laboratorium kreatinin meningkat, ini menunjukkan bahwa Tn. J
fungsi ginjalnya sudah mulai terganggu. Ini disebabkan ekstra torak. Penyebaran
ekstra torak tergantung dari
tempat metastase. Struktur yang sering terkena adalah kelenjar getah bening
skalenus (terutama pada tumor paru – paru), adrenal (50%), hati (30%), otak
(20%), tulang (20%), dan ginjal (15%).
·
Nilai tersebut 12,6 gr % ( N: 13-14 gr %)
Berarti
turun 0,4 % perlu dari observasi, bila penurunan tersebut terjadi secara signifikan maka perlu
diberikan transfusi darah. 1 Olef (250 cc menaikkan 0,5 mg tersebut ).
·
Nilai tersebut 34,7 % Normal
Terjadi penurunan komponen
sel-sel darah merah dalam plasma hal ini
dikarenakan sel-sel cancer pada Tn.J
akan merusak sel darah merah( hemolisis ).
·
Leukosit 4400/ ml ( N : 4000-10000 / ml )
Pada TN.J belum terjadi penurunan,
tetapi biasanya pada Ca paru akan terjadi Leukopenia
karena fungsi sel darah putih akan dirusak oleh sel-sel cancer.
·
Trombosit 191000 / ml ( N : 150-450 ribu )
Trombosit : Normal tetapi perlu
diobservasi adanya penurunan trombosit. Karena pada
Ca paru stadium lanjut akan terjadi pendarahan / hemoptomesis.
·
Kreatinin 2 mg / dl ( N : 0,3-1,1 mg / dl )
Pada
Tn.J terjadi kenaikan kreatinin yang cukup signifikan, yang mengindikasikan
kerusakan ginjal. Ini bisa disebabkan karena ginjal diperdarahi oleh arteri
renalis. Arteri ini menyalurkan O2 dari paru-paru, pada Ca paru-paru
O2 turun sehingga darah yang dibawa oleh arteri renalis miskin O2
sehingga akan merusak ginjal dan kemampuan filtrasi pada glomerulus akan
mengalami penurunan yang menyebabkan kreatinin naik karena banyaknya lolos
waktu yang di filtrasi.
4.
Jika dilihat secara farmakologi, pengobatan yang
diberikan pada Tn. J masih kurang tepat. Jika di kaitkan denga keluhan pasien
memang obat yang diberikan dapat meringankan gejala saja, tetapi khusus untuk
penyakitnya (Ca Paru) belum dapat menyembuhkannya. Untuk kanker paru pengobatannya
lebih bersifat pembedahan. Chemotherapi juga sangat penting untuk diberikan
sebagai pembunuh sel-sel
kanker dosis pemberian disesuaikan dengan derajat keganasan Ca pada TN.
J
Aminophillin : Tn. J mendapat terapi Aminophillin 3 X 500 mg.
Diberikan aminophillin karena merupakan obat bronkodilator yang membebaskan
obstruksi jalan nafas seperti pada asma kronis dan mengurangi gejala dari
penyakit kronik, juga merupakan salah satu derivate Xanthine yang mempunyai
kegunaan sebagai perangsang pernafasan dengan relaksasi otot polos bronkus.
Alangkah baiknya Aminoppilin dimasukan secara perdrip.Hal ini dimaksudkan
supaya kerja Aminoppilin sebagai bronkodilator lebih cepat dibandingkan peroral
[kasus], karena pada kasus Tn. J mengalami sesak nafas berat, baru setelah
sesak nafasnya berkurang baru bisa diberikan peroral. Perlu ditambahkan data BB
dan TB untuk menentukan dosis obat yang diberikan
Dexamethason : tidak mempunyai efek langsung pada otot polos
saluran nafas, tetapi hanya untuk menurunkan jumlah dan aktivitas sel – sel
yang terlibat dalam inflamasi saluran nafas. Golongan steroid anti inflamasi
mengurangi inflamasi dengan menghilangkan, menghambat pelepasan leukotrien
reaktivitas bronchial sangat berkurang.
Menurut DOI yaitu 0,4-0,6 mg / Kg BB di buat rata-rata: 0,5 mg / Kg BB,
karenatidak ada data BB, misal diperkirakan Tn. J. 50 Kg:
Berarti : 50 Kg x 0,5 mg = 250 mg / hr, sedangkan dosis Tn. J : 3 x 2
ampul x 1 ampul = 5 mg
= 3 x 10 ampul
= 3 x 50 ampul = 300 mg / hr
Antibiotik yang bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi
infeksi yang akan terjadi, karena pada kanker paru terjadi lesi pada lapisan
pleura dan jaringan yang lain apabila sudah bermetastasis sehingga dapat
terjadi hemoptisis. Dengan adanya hemoptisis sebagai indikasi perdarahan
didalam tersebut dapat menyebabkan infeksi, dimana kanker paru dapat menyebar
secara hematogen yang memungkinkan membawa agen virus atau bakteri. Tetapi pada
pasien Tn. J nilai leukositnya masih normal : yaitu 4400 (
N : 4000-10000). Sehingga berdasarkan terapi rasional untuk sementara
antibiotic belum perlu untuk diberikan.
5.
Terapi cairan yang diberikan kepada Tn. J yaitu RL 12
tts/menit, lebih dimaksudkan sebagai cairan untuk transport obat yang
diberikan. Biasanya pemberian aminophillin dalam bentuk drip. Tetapi dapat
disaran untuk memberikan infuse dextrose 5% karena mengandung glukosa sebagai
penambah energi, karena indikasi klien mengalami gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan akan nutrisi dan cairan yang dapat disebabkan rasa tidak nyaman
didada dan sesak nafas. Selain itu dari hasil analisa kelompok, perlu
ditambahkan therapy O2 karena pada kasus Ca paru, kerja paru menurun
sehingga produk O2 kuat untuk dibawa ke jantung dan disirkulasikan
ke seluruh tubuh.
6.
Pengaruh yang mungkin terjadi pada Tn. J pada status
pernafasannya yang akan dilakukan Anesthesi General umum :
a.
Apneu.
b.
Arrest.
c.
Hipotensi
d.
Ancaman gagal nafas
Hal – hal yang perlu diperhatikan terkait dengan tindakan post operasi
yaitu :
a.
Observasi tanda vital dan keadaan umum.
b.
Posisi pasien ditempat tidur
c.
Pantau drainage
d.
Ventilasi dan reekspansi paru
e.
Evaluasi mobilitas ekstremitas atas pada sisi yang
dioperasi.
f.
Pemantauan insisi terhadap perdarahan atau emfisema
subkutan.
BAB V
P E N U T U P
A. KESIMPULAN.
1.
Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat
kanker pada wanita maupun pria, yang sering kali di sebabkan oleh merokok.
2.
Setiap tipe timbul pada tempat atau tipe jaringan yang
khusus, menyebabkan manifestasi klinis yang berbeda, dan perbedaan dalam
kecendrungan metastasis dan prognosis.
3.
Karena tidak ada penyembuhan dari kanker, penekanan
utama adalah pada pencegahan misalnya dengan berhenti merokok karena perokok
mempunyai peluang 10 kali lebih besar untuk mengalami kanker paru di bandingkan
bukan perokok, dan menghindari lingkungan polusi.
4.
Pengobatan pilihan dari kanker paru adalah tindakan
bedah pengangkatan tumor. Sayangnya, sepertiga dari individu tidak dapat
dioperasi ketika mereka pertama kali didiagnosa.
5.
Asuhan keperawatan pascaoperasi klien setelah bedah toraks
berpusat pada peningkatan ventilasi dan reekspansi paru dengan mempertahankan
jalan nafas yang bersih, pemeliharaan sistem drainage tertutup, meningkatkan
rasa nyaman dengan peredaran nyeri, meningkatkan masukan nutrisi, dan
pemantauan insisi terhadap perdarahan dan emfisema subkutan.
B. SARAN.
1.
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Kanker Paru diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat.
2.
Informasi atau pendidkan kesehatan berguna untuk klien
dengan kanker paru misalnya mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok, memperhatikan lingkungan kerja
terkait dengan polusinya.
3. Dukungan
psikologik sangat berguna untuk klien.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu
Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan
Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU
DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
ABANG APRI SETIAWAN NIM.
G2B204001
ADRIANA NIM.
G2B204002
AKFI KAMILATUS NIM.
G2B204003
ANTONIA MARIA K NIM.
G2B204005
ARIF PUJI A NIM.
G2B204006
BUDININGSIH NIM.
G2B204007
DESI TRI KURNIASIH NIM. G2B204009
DUDUNG SUDIRA NIM.
G2B204010
DWI INDAH ISWANTI NIM.
G2B204011
FALIKHAH WIDIYANI NIM.
G2B204012
GRACIA HERNI P NIM.
G2B204013
HANSEN MAIKEL SU NIM.
G2B204014
HENNY CRISTIANTI NIM.
G2B204015
IDA AYU RINJANI NIM.
G2B204016
INDAH WULANINGSIH NIM. G2B204017
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar