Sabtu, 23 Juni 2012

askep hiperaktif


 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

       Peraturan Pemerintah tahun 2002 tentang Pendidikan Luar Biasa yangmerupakan penyempurnaan terhadap PP PLB, pada salah satu pasalnya berbunyibahwa anak yang memerlukan perhatian khusus, sehingga perlu pelayananpendidikan khusus, antara lain adalah hiperaktif.Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit HiperactivityDisorder ( ADHD ) atau Attention Deficit Disorder ( ADD ) menggambarkan anak-anak yang menderita ketidakmampuan untuk ‘ stop, look, listen and think (Abikoff, 1987). Kelemahan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan dalammenggunakan strategi kognitif yang terorganisir sehingga sulit memusatkan danmempertahankan perhatian. Perilaku mereka tidak diatur melalui aturan yangjelas.Penyebab pasti hiperaktifitas pada anak tidak dapat disebutkan denganjelas, dikatakan pada beberapa referensi bahwa penyebab terjadinya hiperaktifitasbersifat multi faktorial dimulai dari faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinyadisfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial danpola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya.

Pada tahun 1996 NIMH menyebutkan beberapa gejala utamahiperaktifitas: Perasaan gelisah, selalu menggerakkan tangan dan kaki tanpamaksud tertentu, terburu-buru, tidak bisa duduk dengan tenang, menjawabpertanyaan yang belum selesai ditanyakan dan tidak sabaran menunggu giliran. 24James M. Perrin dkk. menyatakan bahwa hiperaktifitas (sebagai bagiandari ADHD ) adalah kelainan perilaku yang bersifat neurologis tersering yangterjadi pada masa kanak-kanak, dan merupakan suatu bentuk kelainan perilakudengan jumlah kejadian gangguan afektif yang bersifat kronis terbanyak padaanak-anak usia sekolah. Pengelompokan ADHD merujuk gejala yang palingmenonjol yang terjadi meliputi kurang perhatian, hiperaktifitas (bagian terbesar)dan impulsifitas. Anak-anak dengan ADHD biasanya juga disertai denganberbagai kendala fungsional lainnya, seperti rendahnya kemampuan akademis disekolah, problem hubungan interpersonal baik dengan keluarga atau denganlingkungan di sekitarnya (teman sepermainan) dan cenderung kurang percaya diri(minder), hal ini dapat berlanjut hingga masa remaja bahkan saat dewasa.

National Institute of Mental Health (2003), Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada kasus-kasus psikiatrianak, yang ditandai dengan: kurangnya perhatian pada satu bentuk kegiatantertentu, tidak dapat duduk dengan tenang, bergerak tanpa arah dan tujuan, dantidak pernah menyelesaikan suatu pekerjaan dengan tuntas. Jika tidak tertangani dengan segera akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan dalambersosialisasi serta kemampuan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yangmenjadi tanggung jawabnya. Dalam perkembangannya seorang anak dengankelainan ini akan terjadi depresi, rendah diri dan beberapa masalah emosi yangtidak terkendali.Data dari NIMH (2001), menyebutkan beberapa hal yang berhubungandengan ADHD:

1. Diperkirakan diderita 4,1 persen anak usia 9 hingga 17 tahun selama periode 6bulan.

2. Laki-laki lebih sering 2 sampai 3 kali dari pada perempuan.

3. Anak dengan ADHD lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengananak normal.

4. ADHD sering disertai dengan terjadinya gangguan depresi, gangguankecemasan, gangguan hubungan personal, ketergantungan obat dan perilakuanti sosial.

5. Gejala-gejala ADHD biasanya ditemukan pada usia prasekolah atau sekolahdasar dan menetap hingga remaja bahkan terkadang berlanjut hingga dewasa.

Agar perkembangan anak hiperaktif bisa kembali seperti anak normal atausetidaknya bisa berkurang hiperaktifitasnya dan dapat berkomunikasi/menjalin hubugan baik dengan orang-orang disekitarnya maka anak hiperaktif perlu mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus sejak dini,salah satunya adalah dengan terapi.Selama ini pelayanan pendidikan untuk anak hiperaktif atau anak yang berkebutuhan khusus lainnya di Indonesia lebih cenderung dimasukkan kependidikan anak terbelakang mental/tunagrahita, padahal anak hiperaktif memerlukanpendidikan spesifik, demikian juga dengan kebutuhan guru-gurunya. Akibatnyaanak hiperaktif yang IQ nya normal atau di atas normalpun tidak mendapatpendidikan yang maksimal atau sesuai dengan kebutuhan, lebih-lebih terhadapanak hiperaktif yang disertai IQ di bawah rata-rata

       Menurut  penelitian diVirginia University Amerika Serikat, kemampuanmenerima pengetahuan (Cognitive Ability) anak hiperaktif 20% masihmenunjukkan kemampuan berpikir yang normal atau di atas normal, sedangkan80% menunjukkan IQ di bawah rata-rata (ringan, sedang, dan berat).Untuk itu peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat diperlukan dalam upaya penyembuhan anak hiperaktif. Walaupun dibutuhkankesabaran, energi, memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit,namun dengan dilakukannya terapi secara intensif akan membantupenyembuhannya dan secara bertahap hiperaktifitasnya akan berkurang.Dalam pembelajaran anak hiperaktif di tempat-tempat terapi di JawaTengah termasuk di Kudus, tidak lepas dari penggunaan media, terutama mediavisual,, karena media visual (gambar) merupakan alat bantu komunikasi yangmewujudkan tujuan komunikasi dari anak, dan disamping itu anak lebih mudahbelajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners).

Pendidikan melalui media visual adalah metode/cara untuk memperolehpengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang didengar atau dibacanya. Dengan menggunakan media visual dapat meningkatkan efektifitas danefesiensi proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran anak hiperaktif


1.2. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umun

          Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar penyusun dan pembaca dapat memahami asuhan keperawatan pada anak autisme

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui defenisi ahiperaktif

b. Untuk mengetahui penyebab dan akibat dari hiperaktif

c. Untuk mengetahui tanda dan gejala hiperakyif

d. Untuk mengetahui perubahan patofisiologi hiperaktif

e. Untuk mengetahui cara penatalaksanaannya


1.3.  Perumusan Masalah

 Manusia terus-menerus berinteraksi dengan lingkungannya dalam upaya mempertahankan kesehatannya.


1.4. Metode Penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode deskriptif, yaitu menggambarkan secara cermat mengenai autisme yang kemudian di interprestasikan.

Dalam penyusunan makalah ini metode yang digunakan adalah ;

- Metode studi kepustakaan, yaitu dengan memepelajari buku-buku referensi yang terkait dengan hiperaktif.
-   Browsing melalui internet untuk melengkapi data-data dan informasi yang berhubungan dengan hiperaktif.
1.4.  Sistem penulisan

Penulisan makalah ini disusun secara sistematis menjadi empat bab yang terdiri dari;

Bab I  ; Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan umum dan khusus, ruang lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II  ; Pembahasan penyakit melanoma yang terdiri dari anatomi fisiologi, definisi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, penatalaksanaannya.
Bab III; Asuhan keperawatan dengan melanoma yang mencakup pengkajian, perumusan diagnose,dan  intervensi.
Bab IV;  Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian

Sindroma hiperaktivitas merupakan istilah gangguan kekurangan perhatian menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak, yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal. (Nelson, 1994).
Anak hiperaktiv adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa. Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan pengertian istilah anak hiperaktif adalah : Hiperaktif menunjukkan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. ADHD adalah sebuah kondisi yang amat kompleks; gejalanya berbeda-beda. Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi mereka membagi ADHD ke dalam 3 jenis berikut ini:
1. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian.Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak perempuan. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada “di awang-awang”.
 2. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive. Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak- anak kecil.
3. Tipe gabungan. Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini. Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan namun tidak kunjung datang.
B.Ciri-Ciri Anak Hiperaktif
Ada tiga tanda utama anak yang menderita ADHD, yaitu:
1.      Tidak ada perhatian
. Ketidak-mampuan memusatkan perhatian pada beberapa hal seperti membaca, menyimak pelajaran.
2.      Hiperaktif
. Mempunyai terlalu banyak energi. Misalnya berbicara terus menerus, tidak mampu duduk diam, selalu bergerak, dan sulit tidur.
3.      Impulsif
. Bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya


 Adapun ciri-ciri khusus anak yang hiperaktif diantaranya ialah sebagai berikut :
·         Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.
·         Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis.
·         Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya.
·         Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
·         Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah habis
·         Sering terlalu banyak bicara.
·          Sering sulit menunggu giliran.
·         Sering memotong atau menyela pembicaraan.
·         Jika diajak bicara tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap lawan bicaranya).
C. Faktor-Faktor Penyebab Hiperaktif
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain:
1.Faktor Genetik Anak laki-laki dengan eksra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan hiperaktif dibanding kembar dua telur.
2.Faktor Neurologik Penelitian menunjukan, anak hiperaktif lebih banyak disebabkan karena gangguan fungsi otak akibat sulit saat kelahiran, penyakit berat, cidera otak.
3.Faktor Lingkungan Racun atau limbah pada lingkungan sekitar bisa menyebabkan hiperaktif terutama keracunan timah hitam (banyak terdapat pada asap knalpot berwarna hitam kendaraan bermotor yang menggunakan solar).


4.Faktor Kultural dan Psikososial
a.Pemanjaan.  Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
b.Kurang disiplin dan pengawasan.  Anak yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang dibatasi. Jika anak dibiarkan begitu saja untuk berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat lain termasuk di sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya di tempat lain baik di sekolah.
c.Orientasi kesenangan.  Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri.
2.2 Etiologi
Pandangan-pandangan serta pendapat–pendapat mengenai asal usul, gambaran–gambaran, bahkan mengenai realitas daripada gangguan ini masih berbeda–beda serta dipertentangkan satu sama lainnya. Beberapa orang berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin sekali timbul sebagai akibat dari gangguan–gangguan di dalam neurokimia atau neurofisiologi susunan syaraf pusat. Istilah gangguan kekurangan perhatian merujuk kepada apa yang oleh banyak orang diyakini sebagai gangguan yang utamanya. Sindroma tersebut diduga disebabkan oleh faktor genetik, pembuahan ataupun racun, bahaya–bahaya yang diakibatkan terjadinya prematuritas atau immaturitas, maupun rudapaksa, anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.
      Telah dilakukan pula pemeriksaan tentang temperamen sebagai kemungkinan merupakan faktor yang  mempermudah timbulnya gangguan tersebut, sebagaimana halnya dengan praktek pendidikan serta perawatan anak dan kesulitan emosional di dalam interaksi orang tua anak yang bersangkutan. Sampai sekarang tidak ada satu atau beberapa faktor penyebab pasti yang tidak dapat diperlihatkan.
2.3. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan tentang sesuatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi. Anak pria yang hiperaktiv, yang berusia antara 6 – 9 tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan–pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah (a low level of arousal) di dalam susunan syaraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi, potensial–potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobatan serta perawatan, maka angka–angka laboratorik menjadi lebih mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru mereka memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik.
2.4. Manifestasi Klinik
Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan ini memperlihatkan aktifitas fisik yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan anak–anak kontrol yang normal, tetapi gerakan–gerakan yang mereka lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka selalu gelisah dan resah. Mereka mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat impulsif dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang rendah terhadap perasaan frustasi dan secara emosional mereka adalah orang–orang yang labil serta mudah terangsang. Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau pertenangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara sosial mereka bersikap kaku. Beberapa orang di antara mereka bersikap bermusuhan dan negatif, tetapi ciri ini sering terjadi secara sekunder terhadap permasalahan–permasalahan psikososial yang mereka alami. Beberapa orang lainnya sangat bergantung secara berlebih–lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu bebas dan merdeka, sehingga kelihatan sembrono.
Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan biasanya sekunder terhadap pengaruh sosial  yang negatif dari tingkah laku mereka. Anak-anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta guru dan pengasingan sosial oleh orang-orang yang sebaya dengan mereka. Secara kronik mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik mereka dan banyak diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup mampu mengendalikan diri sendiri untuk dapat berhasil di dalam bidang olah raga. Mereka mempunyai gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali mengalami depresi. Terdapat angka kejadian tinggi mengenai ketidakmampuan belajar membaca matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik mereka dapat tertinggal 1 – 2 tahun dan lebih sedikit daripada yang sesunguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak itu.
2.6. Komplikasi
1.                              Diagnosis sekunder- gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2.      Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi).
3.      Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku agresif dan kata-kata yang diungkapkan).
2.7.            Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang tua, termasuk pencegahan skolastik dan gangguan sosial  yang terus menerus karena pengunaan obat-obat psikostimulan. Rating scale Conners dapat digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari pengobatan.
Psikostimulan- metilfenidat (Ritalin), amfetamin sulfat (Benzedrine), dan dekstroamfetamin sulfat (Dexedrine)- dapat memperbaiki rentang perhatian dan konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan anak dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN


3.3  Pengkajian
1.      Kaji riwayat keluarga melalui wawancara atau genogram.
Data yang dapat diperoleh apakah anak tersebut lahir premature, berat badan lahir rendah, anoksia, penyulit kehamilan lainnyan atau ada faktor genetik yang diduga sebagai penyebab dari gangguan hiperaktivitas pada anak.
2.      Kaji riwayat perilaku anak.
l Riwayat perkembangan, dimana dulu seorang bayi yang gesit, aktif dan banyak menuntut, yang mempunyai tanggapan – tanggapan yang mendalam dan kuat, dengan disertai kesulitan – kesulitan makan dan tidur, kerap kali pada bulan – bulan pertama kehidupannya, sukar untuk menjadi tenang pada waktu akan tidur serta lambat untuk membentuk irama diurnal. Kolik dilaporkan agak umum terjadi pada mereka.
l Laporan guru tentang permasalahan – permasalahan akademis serta tingkah laku di dalam kelas.
3.2  Diagnosa Keperawatan
©                                                            Kerusakan interaksi sosial
©                                                            Gangguan konsep diri
©                                                            Resiko tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif
©                                                            Resiko tinggi perubahan peran menjadi orang tua
©                                                            Resiko tinggi kekerasan
©                                                            Resiko tinggi mencederai diri sendiri

3.3.Perencanaan
Intervensi keperawatan umumnya diimplementasikan pada pasien rawat jalan dan komunitas.
3.      Bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku agar mencakup penguatan yang positif.
©      Latih kefokusan anak
Jangan tekan anak, terima keadaannya. Perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tapi konsisten dan tegas dalam menerapkan norma dan tugas. Kalau anak tidak bisa diam di satu tempat, coba pegang kedua tangannya dengan lembut, kemudian ajak untuk duduk dan diam. Mintalah agar anak menatap mata anda ketika bicara atau diajak berbicara. Berilah arahan dengan nada lembut.
©      Telatenlah
Jika anak telah betah untuk duduklebih lama, bimbinglah anak untuk melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titik – titik yang membentuk angka atau huruf. Selanjutnya anak diberi latihan menggambar bentuk sederhana dan mewarnai. Bisa pula mulai diberikan latihan berhitung dengan berbagai variasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Mulailah dengan penjumlahan atau pengurangan dengan angka-angka di bawah 10. Setelah itu baru diperkenalkan konsep angka 0 dengan benar.
©      Bangkitkan kepercayaan diri anak
Gunakan teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif. Misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib. Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
©      Kenali arah minatnya
Jika anak bergerak terus jangan panik, ikutkan saja dan catat baik-baik, kemana sebenarnya tujuan keaktifan dari anak. Yang paling penting adalah mengenali bakat anak secara dini.
©      Minta anak bicara
Anak hiperaktif cenderung susah berkomunikasi dan bersosialisasi. Karena itu Bantu anak dalam bersosialisasi agar ia mempelajari nilai – nilai apa saja yang diterima di kelompoknya.
4.                              Sediakan struktur kegiatan harian
Anak hendaknya mempunyai daftar kegiatan harian yang berjalan dengan teratur menurut jadwal yang ditetapkan dan hendaknya segera mengikuti serta melaksanakan kegiatan rutinnya itu, sebagaimana iharkn dari dirinya dan untuk itu anak dihadiahi kata – kata pujian.
Perangsangan yang berlebihan serta kelelahan yang sangat hebat hendaknya dihindarkan. Anak membutuhkan saat santai setelah bermain, terutama setelah ia melakukan kegiatan fisik yang kuat dan keras. Periode sebelum tidur harus merupakan masa tenang, dengan cara menghindarkan acara televisi yang merangsang, permainan yang keras dan jungkir balik.
5.                              Beri obat stimulans sesuai instruksi.
a.       Stimulans dapat dihentikan sementara pada akhir pekan dan hari libur. Di mana untuk menentukan apakah kemampuan pengendalian yang dimiliki oleh anak itu sendiri telah mengalami suatu kemajuan.
b.      Stimulans tidak diberikan sesudah pukul 3 atau 4 sore, dimana efek samping stimulans adalah insomnia. Insomnia dapat dicegah dengan tidak lagi memberikan pengobatan perangsang setelah jam 3 sore serta mengatur sedemikian rupa, sehingga periode sebelum tidur itu merupakan saat yang tenang serta tidak merangsang.

3.4.Perencanaan Pemulangan (Discharge Planning) dan Perawatan di Rumah

  1. Didik dan bantu orang tua dan anggota keluarganya.
  2. Berkolaborasi dengan guru dan libatkan orang tua. Dorong orang tua untuk menjamin bahwa guru dan perawat sekolah mengetahui tentang nama, dosis dan waktu minum obat.
  3. Pastikan bahwa anak mendapatkan evalusi dan bimbingan akademik yang diperlukan. Memasukkan anak dalam kelas pendidikan khusus sering kali diperlukan.
  4. Pantau kemajuan dan respons anak terhadap pengobatan.
  5. Rujuk ke spesialis perilaku dan orang tua untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perilaku.

3.5.Hasil yang Diharapkan
1.      Prestasi di sekolah meningkat, dibuktikan oleh nilai dan tugas-tugas yang diselesaikan anak.
2.      Perilaku anak semakin baik menurut penilaian guru dan orang tua.
3.      Anak menunjukkan hubungan yang positif dengan teman sebaya.


BAB IV

PENUTUP


4.1.            Kesimpulan

Salah satu ciri dari perilaku disruptif adalah gangguan hiperaktivitas defisit perhatian. Anak-anak dengan gangguan ini memperlihatkan kurang perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas. Gangguan ini sering dijumpai dan dapat terjadi sampai 3% dari anak-anak, dengan rasio laki-laki terhadap perempuan sebesar 6:1 sampai 9:1.
Masalah yang sering timbul pada anak dengan gangguan tersebut meliputi kerusakan interaksi sosial, gangguan konsep diri, resiko tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif, resiko tinggi perubahan peran menjadi orang tua, resiko tinggi kekerasan, dan resiko tinggi mencederai diri sendiri.
Intervensi keperawatan umumnya diimplementasikan pada pasien rawat jalan dan komunitas, meliputi bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku agar mencakup penguatan yang positif, sediakan struktur harian, dan beri obat stimulans sesuai instruksi.
4.2.            Saran
Dalam memberikan perawatan kepada anak dengan gangguan hiperaktivitas ditujukan kepada keadaan sosial lingkungan rumah dan ruangan kelas penderita serta kepada kebutuhan-kebutuhan akademik dan psikososial anak yang bersangkutan, dengan disertai pemakaian obat-obat yang bijaksana. Perawat harus memberikan penjelasan yang terang mengenai keadaan anak tersebut kepada kedua orang tuanya dan kepada anak itu sendiri.







DAFTAR PUSTAKA



L. Betz, Cecily, A. Sowden, Linda. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Alih Bahasa Jan Tambayong. Jakarta, EGC, 2002

Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Alih Bahasa Hunardja S. Jakarta, Widya Medika, 2002

Nelson, Ilmu Pediatri Perkembangan. Alih Bahasa Moelia Radja Siregar. Jakarta, EGC, 1994

Pilliteri, Adelle, Child Health Nursing Care of The Child and Family. Philadelphia, Lippincott, 1999

Mengarahkan Anak Hiperaktif . 2004. http://www.Suaramerdeka.com

Penanganan Anak Hiperaktif. 2004. http://www.republika,co.id










Tidak ada komentar:

Posting Komentar