BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peraturan Pemerintah tahun 2002 tentang Pendidikan Luar Biasa yangmerupakan penyempurnaan terhadap PP PLB, pada salah satu pasalnya berbunyibahwa anak yang memerlukan perhatian khusus, sehingga perlu pelayananpendidikan khusus, antara lain adalah hiperaktif.Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit HiperactivityDisorder ( ADHD ) atau Attention Deficit Disorder ( ADD ) menggambarkan anak-anak yang menderita ketidakmampuan untuk ‘ stop, look, listen and think (Abikoff, 1987). Kelemahan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan dalammenggunakan strategi kognitif yang terorganisir sehingga sulit memusatkan danmempertahankan perhatian. Perilaku mereka tidak diatur melalui aturan yangjelas.Penyebab pasti hiperaktifitas pada anak tidak dapat disebutkan denganjelas, dikatakan pada beberapa referensi bahwa penyebab terjadinya hiperaktifitasbersifat multi faktorial dimulai dari faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinyadisfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial danpola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya.
Pada tahun 1996 NIMH menyebutkan beberapa gejala utamahiperaktifitas: Perasaan gelisah, selalu menggerakkan tangan dan kaki tanpamaksud tertentu, terburu-buru, tidak bisa duduk dengan tenang, menjawabpertanyaan yang belum selesai ditanyakan dan tidak sabaran menunggu giliran. 24James M. Perrin dkk. menyatakan bahwa hiperaktifitas (sebagai bagiandari ADHD ) adalah kelainan perilaku yang bersifat neurologis tersering yangterjadi pada masa kanak-kanak, dan merupakan suatu bentuk kelainan perilakudengan jumlah kejadian gangguan afektif yang bersifat kronis terbanyak padaanak-anak usia sekolah. Pengelompokan ADHD merujuk gejala yang palingmenonjol yang terjadi meliputi kurang perhatian, hiperaktifitas (bagian terbesar)dan impulsifitas. Anak-anak dengan ADHD biasanya juga disertai denganberbagai kendala fungsional lainnya, seperti rendahnya kemampuan akademis disekolah, problem hubungan interpersonal baik dengan keluarga atau denganlingkungan di sekitarnya (teman sepermainan) dan cenderung kurang percaya diri(minder), hal ini dapat berlanjut hingga masa remaja bahkan saat dewasa.
National Institute of Mental Health (2003), Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada kasus-kasus psikiatrianak, yang ditandai dengan: kurangnya perhatian pada satu bentuk kegiatantertentu, tidak dapat duduk dengan tenang, bergerak tanpa arah dan tujuan, dantidak pernah menyelesaikan suatu pekerjaan dengan tuntas. Jika tidak tertangani dengan segera akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan dalambersosialisasi serta kemampuan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yangmenjadi tanggung jawabnya. Dalam perkembangannya seorang anak dengankelainan ini akan terjadi depresi, rendah diri dan beberapa masalah emosi yangtidak terkendali.Data dari NIMH (2001), menyebutkan beberapa hal yang berhubungandengan ADHD:
1. Diperkirakan diderita 4,1 persen anak usia 9 hingga 17 tahun selama periode 6bulan.
2. Laki-laki lebih sering 2 sampai 3 kali dari pada perempuan.
3. Anak dengan ADHD lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengananak normal.
4. ADHD sering disertai dengan terjadinya gangguan depresi, gangguankecemasan, gangguan hubungan personal, ketergantungan obat dan perilakuanti sosial.
5. Gejala-gejala ADHD biasanya ditemukan pada usia prasekolah atau sekolahdasar dan menetap hingga remaja bahkan terkadang berlanjut hingga dewasa.
Agar perkembangan anak hiperaktif bisa kembali seperti anak normal atausetidaknya bisa berkurang hiperaktifitasnya dan dapat berkomunikasi/menjalin hubugan baik dengan orang-orang disekitarnya maka anak hiperaktif perlu mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus sejak dini,salah satunya adalah dengan terapi.Selama ini pelayanan pendidikan untuk anak hiperaktif atau anak yang berkebutuhan khusus lainnya di Indonesia lebih cenderung dimasukkan kependidikan anak terbelakang mental/tunagrahita, padahal anak hiperaktif memerlukanpendidikan spesifik, demikian juga dengan kebutuhan guru-gurunya. Akibatnyaanak hiperaktif yang IQ nya normal atau di atas normalpun tidak mendapatpendidikan yang maksimal atau sesuai dengan kebutuhan, lebih-lebih terhadapanak hiperaktif yang disertai IQ di bawah rata-rata
Menurut penelitian diVirginia University Amerika Serikat, kemampuanmenerima pengetahuan (Cognitive Ability) anak hiperaktif 20% masihmenunjukkan kemampuan berpikir yang normal atau di atas normal, sedangkan80% menunjukkan IQ di bawah rata-rata (ringan, sedang, dan berat).Untuk itu peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat diperlukan dalam upaya penyembuhan anak hiperaktif. Walaupun dibutuhkankesabaran, energi, memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit,namun dengan dilakukannya terapi secara intensif akan membantupenyembuhannya dan secara bertahap hiperaktifitasnya akan berkurang.Dalam pembelajaran anak hiperaktif di tempat-tempat terapi di JawaTengah termasuk di Kudus, tidak lepas dari penggunaan media, terutama mediavisual,, karena media visual (gambar) merupakan alat bantu komunikasi yangmewujudkan tujuan komunikasi dari anak, dan disamping itu anak lebih mudahbelajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners).
Pendidikan melalui media visual adalah metode/cara untuk memperolehpengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang didengar atau dibacanya. Dengan menggunakan media visual dapat meningkatkan efektifitas danefesiensi proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran anak hiperaktif
1.2. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umun
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar penyusun dan pembaca dapat memahami asuhan keperawatan pada anak autisme
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui defenisi ahiperaktif
b. Untuk mengetahui penyebab dan akibat dari hiperaktif
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala hiperakyif
d. Untuk mengetahui perubahan patofisiologi hiperaktif
e. Untuk mengetahui cara penatalaksanaannya
1.3. Perumusan Masalah
Manusia terus-menerus berinteraksi dengan lingkungannya dalam upaya mempertahankan kesehatannya.
1.4. Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode deskriptif, yaitu menggambarkan secara cermat mengenai autisme yang kemudian di interprestasikan.
Dalam penyusunan makalah ini metode yang digunakan adalah ;
- Metode studi
kepustakaan, yaitu dengan memepelajari buku-buku referensi yang terkait dengan hiperaktif.
- Browsing
melalui internet untuk melengkapi data-data dan informasi yang berhubungan
dengan hiperaktif.
1.4. Sistem penulisan
Penulisan makalah ini disusun secara sistematis menjadi empat bab yang terdiri dari;
Bab I ; Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan umum dan khusus, ruang lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II
; Pembahasan penyakit melanoma yang terdiri dari anatomi fisiologi,
definisi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, penatalaksanaannya.
Bab III; Asuhan keperawatan dengan melanoma
yang mencakup pengkajian, perumusan diagnose,dan intervensi.
Bab IV;
Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Sindroma hiperaktivitas merupakan istilah gangguan kekurangan
perhatian menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak,
yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis,
kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal. (Nelson, 1994).
Anak hiperaktiv
adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas
(GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini
juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut
minimal brain dysfunction syndrome. Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada
anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan
ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri
perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa. Dr.
Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan
pengertian istilah anak hiperaktif adalah : Hiperaktif menunjukkan adanya suatu
pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan
sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak
hatinya atau impulsif. ADHD adalah sebuah kondisi yang amat kompleks; gejalanya
berbeda-beda. Para ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan
tetapi mereka membagi ADHD ke dalam 3 jenis berikut ini:
1. Tipe anak yang
tidak bisa memusatkan perhatian.Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya,
tetapi tidak hiperaktif atau Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala
hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak perempuan. Mereka seringkali
melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada “di awang-awang”.
2. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive. Mereka
menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan
perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak- anak kecil.
3. Tipe gabungan.
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan
anak anak termasuk tipe seperti ini. Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif
adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam,
tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak
hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya
permainan atau mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka,
dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain.
Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan
namun tidak kunjung datang.
B.Ciri-Ciri Anak
Hiperaktif
Ada tiga tanda utama anak yang menderita
ADHD, yaitu:
1. Tidak ada perhatian
. Ketidak-mampuan memusatkan perhatian
pada beberapa hal seperti membaca, menyimak pelajaran.
2. Hiperaktif
. Mempunyai terlalu banyak energi.
Misalnya berbicara terus menerus, tidak mampu duduk diam, selalu bergerak, dan
sulit tidur.
3. Impulsif
. Bertindak tanpa dipikir, misalnya
mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di
ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya
Adapun ciri-ciri khusus anak yang hiperaktif
diantaranya ialah sebagai berikut :
·
Sering
menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.
·
Sering
meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis.
·
Sering
berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak
selayaknya.
·
Sering
tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
·
Selalu
bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak
pernah habis
·
Sering
terlalu banyak bicara.
·
Sering sulit menunggu giliran.
·
Sering
memotong atau menyela pembicaraan.
·
Jika
diajak bicara tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis
terhadap lawan bicaranya).
C. Faktor-Faktor Penyebab Hiperaktif
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak
menjadi hiperaktif antara lain:
1.Faktor Genetik Anak laki-laki dengan eksra
kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur lebih memungkinkan hiperaktif dibanding
kembar dua telur.
2.Faktor Neurologik Penelitian menunjukan,
anak hiperaktif lebih banyak disebabkan karena gangguan fungsi otak akibat
sulit saat kelahiran, penyakit berat, cidera otak.
3.Faktor Lingkungan Racun atau limbah pada
lingkungan sekitar bisa menyebabkan hiperaktif terutama keracunan timah hitam
(banyak terdapat pada asap knalpot berwarna hitam kendaraan bermotor yang
menggunakan solar).
4.Faktor Kultural dan Psikososial
a.Pemanjaan. Pemanjaan dapat juga disamakan dengan
memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan
sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar
terpenuhi kebutuhannya.
b.Kurang disiplin dan pengawasan. Anak yang kurang disiplin atau pengawasan
akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang dibatasi. Jika anak
dibiarkan begitu saja untuk berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak
tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat lain termasuk di sekolah. Dan
orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya di tempat lain baik di
sekolah.
c.Orientasi kesenangan. Anak yang memiliki kepribadian yang
berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara
sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau mendengarkan dan
menyesuaikan diri.
2.2 Etiologi
Pandangan-pandangan serta
pendapat–pendapat mengenai asal usul, gambaran–gambaran, bahkan mengenai
realitas daripada gangguan ini masih berbeda–beda serta dipertentangkan satu
sama lainnya. Beberapa orang berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin
sekali timbul sebagai akibat dari gangguan–gangguan di dalam neurokimia atau
neurofisiologi susunan syaraf pusat. Istilah gangguan kekurangan perhatian
merujuk kepada apa yang oleh banyak orang diyakini sebagai gangguan yang
utamanya. Sindroma tersebut diduga disebabkan oleh faktor genetik, pembuahan
ataupun racun, bahaya–bahaya yang diakibatkan terjadinya prematuritas atau
immaturitas, maupun rudapaksa, anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.
Telah dilakukan pula pemeriksaan tentang temperamen sebagai
kemungkinan merupakan faktor yang
mempermudah timbulnya gangguan tersebut, sebagaimana halnya dengan
praktek pendidikan serta perawatan anak dan kesulitan emosional di dalam
interaksi orang tua anak yang bersangkutan. Sampai sekarang tidak ada satu atau
beberapa faktor penyebab pasti yang tidak dapat diperlihatkan.
2.3. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/gangguan
hiperaktivitas ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsif, dan
hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan tentang sesuatu mekanisme
patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi. Anak pria yang hiperaktiv, yang
berusia antara 6 – 9 tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah
memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan–pengobatan stimulan,
memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah (a low level of arousal)
di dalam susunan syaraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan,
sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi,
potensial–potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran
kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya
perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas.
Dengan 3 minggu pengobatan serta perawatan, maka angka–angka laboratorik
menjadi lebih mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru
mereka memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik.
2.4. Manifestasi Klinik
Ukuran
objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan ini
memperlihatkan aktifitas fisik yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan
anak–anak kontrol yang normal, tetapi gerakan–gerakan yang mereka lakukan
kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka selalu gelisah dan resah. Mereka
mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat
impulsif dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau
merenungkan akibat tindakan tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang rendah
terhadap perasaan frustasi dan secara emosional mereka adalah orang–orang yang
labil serta mudah terangsang. Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk
bersifat netral atau pertenangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara
sosial mereka bersikap kaku. Beberapa orang di antara mereka bersikap
bermusuhan dan negatif, tetapi ciri ini sering terjadi secara sekunder terhadap
permasalahan–permasalahan psikososial yang mereka alami. Beberapa orang lainnya
sangat bergantung secara berlebih–lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu
bebas dan merdeka, sehingga kelihatan sembrono.
Kesulitan-kesulitan
emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan biasanya sekunder terhadap
pengaruh sosial yang negatif dari
tingkah laku mereka. Anak-anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang
tua serta guru dan pengasingan sosial oleh orang-orang yang sebaya dengan
mereka. Secara kronik mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik
mereka dan banyak diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup mampu
mengendalikan diri sendiri untuk dapat berhasil di dalam bidang olah raga.
Mereka mempunyai gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta
mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali mengalami depresi.
Terdapat angka kejadian tinggi mengenai ketidakmampuan belajar membaca
matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik mereka dapat
tertinggal 1 – 2 tahun dan lebih sedikit daripada yang sesunguhnya diharapkan
dari kecerdasan mereka yang diukur.
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis gangguan kekurangan
perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah
gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram
mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologik atau
epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti.
Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan
penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak itu.
2.6. Komplikasi
1.
Diagnosis
sekunder- gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2.
Pencapaian
akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan mengerjakan aritmatika
(sering kali akibat abnormalitas konsentrasi).
3.
Hubungan
dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku agresif dan kata-kata
yang diungkapkan).
2.7.
Penatalaksanaan
Medis
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan
konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang
penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang
tua, termasuk pencegahan skolastik dan gangguan sosial yang terus menerus karena pengunaan obat-obat
psikostimulan. Rating scale Conners dapat digunakan sebagai dasar
pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari pengobatan.
Psikostimulan- metilfenidat (Ritalin), amfetamin sulfat
(Benzedrine), dan dekstroamfetamin sulfat (Dexedrine)- dapat memperbaiki
rentang perhatian dan konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksikal
pada kebanyakan anak dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini.
BAB
III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.3 Pengkajian
1. Kaji riwayat keluarga melalui wawancara
atau genogram.
Data yang dapat diperoleh apakah anak
tersebut lahir premature, berat badan lahir rendah, anoksia, penyulit kehamilan
lainnyan atau ada faktor genetik yang diduga sebagai penyebab dari gangguan
hiperaktivitas pada anak.
2. Kaji riwayat perilaku anak.
l Riwayat perkembangan, dimana dulu
seorang bayi yang gesit, aktif dan banyak menuntut, yang mempunyai tanggapan –
tanggapan yang mendalam dan kuat, dengan disertai kesulitan – kesulitan makan
dan tidur, kerap kali pada bulan – bulan pertama kehidupannya, sukar untuk
menjadi tenang pada waktu akan tidur serta lambat untuk membentuk irama
diurnal. Kolik dilaporkan agak umum terjadi pada mereka.
l Laporan guru tentang permasalahan –
permasalahan akademis serta tingkah laku di dalam kelas.
3.2 Diagnosa Keperawatan
©
Kerusakan
interaksi sosial
©
Gangguan
konsep diri
©
Resiko
tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif
©
Resiko
tinggi perubahan peran menjadi orang tua
©
Resiko
tinggi kekerasan
©
Resiko
tinggi mencederai diri sendiri
3.3.Perencanaan
Intervensi keperawatan umumnya diimplementasikan pada pasien rawat jalan
dan komunitas.
3. Bantu orang tua dalam
mengimplementasikan program perilaku agar mencakup penguatan yang positif.
© Latih kefokusan anak
Jangan tekan anak, terima
keadaannya. Perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tapi konsisten dan tegas
dalam menerapkan norma dan tugas. Kalau anak tidak bisa diam di satu tempat,
coba pegang kedua tangannya dengan lembut, kemudian ajak untuk duduk dan diam.
Mintalah agar anak menatap mata anda ketika bicara atau diajak berbicara.
Berilah arahan dengan nada lembut.
© Telatenlah
Jika anak telah betah untuk
duduklebih lama, bimbinglah anak untuk melatih koordinasi mata dan tangan
dengan cara menghubungkan titik – titik yang membentuk angka atau huruf.
Selanjutnya anak diberi latihan menggambar bentuk sederhana dan mewarnai. Bisa
pula mulai diberikan latihan berhitung dengan berbagai variasi penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian. Mulailah dengan penjumlahan atau
pengurangan dengan angka-angka di bawah 10. Setelah itu baru diperkenalkan
konsep angka 0 dengan benar.
© Bangkitkan kepercayaan diri anak
Gunakan teknik pengelolaan
perilaku, seperti menggunakan penguat positif. Misalnya memberikan pujian bila
anak makan dengan tertib. Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
© Kenali arah minatnya
Jika anak bergerak terus
jangan panik, ikutkan saja dan catat baik-baik, kemana sebenarnya tujuan
keaktifan dari anak. Yang paling penting adalah mengenali bakat anak secara
dini.
© Minta anak bicara
Anak hiperaktif cenderung
susah berkomunikasi dan bersosialisasi. Karena itu Bantu anak dalam
bersosialisasi agar ia mempelajari nilai – nilai apa saja yang diterima di
kelompoknya.
4.
Sediakan
struktur kegiatan harian
Anak hendaknya mempunyai daftar kegiatan
harian yang berjalan dengan teratur menurut jadwal yang ditetapkan dan hendaknya
segera mengikuti serta melaksanakan kegiatan rutinnya itu, sebagaimana iharkn
dari dirinya dan untuk itu anak dihadiahi kata – kata pujian.
Perangsangan yang berlebihan serta
kelelahan yang sangat hebat hendaknya dihindarkan. Anak membutuhkan saat santai
setelah bermain, terutama setelah ia melakukan kegiatan fisik yang kuat dan
keras. Periode sebelum tidur harus merupakan masa tenang, dengan cara
menghindarkan acara televisi yang merangsang, permainan yang keras dan jungkir
balik.
5.
Beri
obat stimulans sesuai instruksi.
a. Stimulans dapat dihentikan sementara
pada akhir pekan dan hari libur. Di mana untuk menentukan apakah kemampuan
pengendalian yang dimiliki oleh anak itu sendiri telah mengalami suatu
kemajuan.
b. Stimulans tidak diberikan sesudah pukul 3
atau 4 sore, dimana efek samping stimulans adalah insomnia. Insomnia dapat
dicegah dengan tidak lagi memberikan pengobatan perangsang setelah jam 3 sore
serta mengatur sedemikian rupa, sehingga periode sebelum tidur itu merupakan
saat yang tenang serta tidak merangsang.
3.4.Perencanaan Pemulangan (Discharge Planning) dan Perawatan di Rumah
- Didik dan bantu orang tua dan anggota keluarganya.
- Berkolaborasi dengan guru dan libatkan orang tua. Dorong orang tua untuk menjamin bahwa guru dan perawat sekolah mengetahui tentang nama, dosis dan waktu minum obat.
- Pastikan bahwa anak mendapatkan evalusi dan bimbingan akademik yang diperlukan. Memasukkan anak dalam kelas pendidikan khusus sering kali diperlukan.
- Pantau kemajuan dan respons anak terhadap pengobatan.
- Rujuk ke spesialis perilaku dan orang tua untuk mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perilaku.
3.5.Hasil yang Diharapkan
1. Prestasi di sekolah meningkat,
dibuktikan oleh nilai dan tugas-tugas yang diselesaikan anak.
2. Perilaku anak semakin baik menurut
penilaian guru dan orang tua.
3. Anak menunjukkan hubungan yang positif
dengan teman sebaya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Salah satu ciri dari
perilaku disruptif adalah gangguan hiperaktivitas defisit perhatian. Anak-anak dengan gangguan ini memperlihatkan kurang perhatian,
impulsivitas dan hiperaktivitas. Gangguan ini sering dijumpai dan dapat terjadi sampai 3%
dari anak-anak, dengan rasio laki-laki terhadap perempuan sebesar 6:1 sampai
9:1.
Masalah
yang sering timbul pada anak dengan gangguan tersebut meliputi kerusakan
interaksi sosial, gangguan konsep diri, resiko tinggi penatalaksanaan program
terapeutik tidak efektif, resiko tinggi perubahan peran menjadi orang tua,
resiko tinggi kekerasan, dan resiko tinggi mencederai diri sendiri.
Intervensi keperawatan umumnya diimplementasikan pada pasien
rawat jalan dan komunitas, meliputi bantu orang tua dalam mengimplementasikan
program perilaku agar mencakup penguatan yang positif, sediakan struktur
harian, dan beri obat stimulans sesuai instruksi.
4.2.
Saran
Dalam memberikan perawatan kepada anak dengan gangguan
hiperaktivitas ditujukan kepada keadaan sosial lingkungan rumah dan ruangan
kelas penderita serta kepada kebutuhan-kebutuhan akademik dan psikososial anak
yang bersangkutan, dengan disertai pemakaian obat-obat yang bijaksana. Perawat
harus memberikan penjelasan yang terang mengenai keadaan anak tersebut kepada
kedua orang tuanya dan kepada anak itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
L. Betz, Cecily, A. Sowden, Linda. Buku Saku
Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Alih Bahasa Jan Tambayong. Jakarta, EGC, 2002
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak.
Bagian 1. Alih Bahasa Hunardja S. Jakarta,
Widya Medika, 2002
Nelson, Ilmu Pediatri Perkembangan.
Alih Bahasa Moelia Radja Siregar. Jakarta,
EGC, 1994
Pilliteri, Adelle, Child Health
Nursing Care of The Child and Family. Philadelphia,
Lippincott, 1999
Mengarahkan Anak Hiperaktif . 2004. http://www.Suaramerdeka.com
Penanganan Anak Hiperaktif. 2004. http://www.republika,co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar